A.
Letak
Geografisnya
Desa Maray ini terletak di pulau Dawera yang paling
berdekatan dengan pulau Dawelor. Pulau Dawera dan Dawelor termasuk dalam
gugusan kepulauan Babar, yang dalam posisi kedudukannya dalam wilayah Propinsi
Maluku. Terletak di bagian Selatan dari Maluku, yang sejak pemerintahan Hindia
Belanda sudah ada pembagian termaksud dan disebut kepulauan “Selatan Daya”,
sesuai letak astronomi (mata angin) dan sesuai dengan pembagian wilayah
kekuasaan pemerintahan Propinsi maluku, disebut kabupaten Maluku Tenggara,
sedangkan kepulauan Babar menjadi satu kecamatan dari antara delapan kecamatan
di dalam wilayah kekuasaan pemerintah kabupaten Maluku Tenggara sekarang ini.
B. Aspek Sosial Budayanya
Kedua pulau ini, pulau Dawera (disebut pulau darat
agak menjorok ke darat/pulau babar) dan
pulau Dawelor (disebut laut, yaitu agak ke laut, bila di lihat posisinya
terhadap pulau Dawera) atau apabila di atas masing-masing pulau-pulau itu
dilihat dan dibandingkan letak masing-masing pulau itu terhadap pulau Babar.
Hal ini sesuai dengan cara pandang dari penduduk atau masyarakat pulau Dawera
dan pulau Dawelor pada zaman dahulu kala.
Penduduk pulau dawera dan pulau Dawelor yang paling
berdekatan itu dapat memungkinkan sekali bahwa sejak zaman dahulu kala penduduknya
berasal dari satu turunan atau satu keluarga karena mempunyai budaya yang sama
seperti adat istiadat yang pada hakekatnya sama, yang mungkin saja ada variasi
dalam pelaksanaan upacara adat tertentu pada tiap-tiap desanya. Sedangkan
mengenai bahasanya persis sama dengan terdapat variasi dalam tekanan atau
dialeknya, namun isi dan pengertiannya sama. Budaya inilah yang mendasar dan
memperkuat hubungan kekeluargaan ke jiwa silahturahiman dari penduduk atau
masyarakat dari kedua pulau : yaitu pulau Dawera dan pulau Dawelor itu.
Mengenai daerah petuanan di kedua pulau tersebut,
dapatlah dijelaskan bahwa daerahnya terbagi dalam berbagai petuanan atau desa
menurut adat atau kelompok asal sub kekeluargaan.
Adapun pembagian daerah petuanannya sebagai berikut
ini :
1.
Pulau
Dawera terbagi dalam 4 daerah petuanan atau desa yaitu : Desa Ilmarang, Desa
Lekleli, Desa Letmasa, dan Desa Welora.
2. Pulau
Dawelor terbagi dalam 3 daerah petuanan atau desa, yaitu : Desa Watuwei, Desa
Wiratan, dan Desa Nurnyaman.
Pembagian Daerah petuanan atau pedesaan Ini adalah pembagian sesudah
datangnya pendatang baru dari luar yaitu dari penduduk pulau Versadi (Bersadi)
sebelah selatan pulau Yamdena. Pulau Bersadi yang tenggelam karena tergenang
atau terendam air laut, maka penduduknya dengan perahu atau orempai (bahasa
Dawelor-Dawera) atau arombai, menyebar ke Timur ke daratan Yamdena dan
sebagainya ke arah Barat. Salah satu perahu mereka singgah di pulau dawelor di
desa Ower, selain itu ada Desa Tomreli dan Desa Alkuki yaitu desa-desa zaman dahulu
yang sudah tergabung menjadi satu dengan nama Desa Wiratan. Sedangkan
perahu-perahu yang lain berlayar terus menuju ke arah Barat. Salah satu
keluarga dari perahu yang singgah itu yaitu keluarga Wamekm bersama isteri dan
anaknya yang bernama Saily turun dan tinggal di Desa Ower. Dari keluarga Wamekm
ini lahir lagi tiga anak laki-laki yang di beri nama Lakwel atau Lekawael
(artinya negeri yang tenggelam karena
tergenang air), Warsoy dan Lamer (Lawery). Sesudah anak-anak ini menjadi besar,
masing-masing mencari tempat tinggal sendiri, Saily tetap tinggal di Ower atau
Wiratan (sekarang), Lekawael pindah di Desa Ilmarang, Warsoy pindah di Desa
letmasa dan Luwresy (Lawery) pindah di desa Welora dan hingga sekarang ini
keturunan mereka masih berdiam pada desa itu masing-masing. Sampai sekarang
ini, keempat kekeluargaan ini selalu membina hubungan kekeluargaan terutama
dalam masalah adat, pesta kekerabatan adat dan sebagainya. Apalagi dalam masa
kemajuan dewasa ini antar keluarga selalu saling membantu bila salah satu ada
masalah.
C. Penyebab Kehancuran Desa Maray
Mendahului pembahasan tentang kehancuran Desa Maray.
Pada bagian ini penyusun menyajikan lebih dulu tentang struktur kewilayahan
serta hubungan kemasyarakatan antara desa Ilmarang dan desa Wiratan sekarang
ini pada zaman dahulu kala. Karena waktu itulah masa adanya/berdirinya Desa
Alkuki, Desa Ower, dan Tomreli (penduduknya sudah bergabung dan daerah
petuanannya sudah menyatu sekarang sebagai Desa Wiratan) di Dawelor. Sedangkan
di Dawera terdapat petuanan Desa Ilmarang, pada zaman dahulu kala terdapat 4
desa yaitu Desa Lekrei, Desa Lekwei, dan Desa Loilor. Ketiganya terdapat di
dataran tinggi berbukit/bertingkat dan yang ke-4 yaitu Desa Maray, terletak
pada dataran rendah yang berdekatan dengan desa Loilor yang terletak pada
tingkat pertama daerah dataran bertingkat termaksud. Pada masa itu antara
desa-desa Ower dan Tomreli terdapat hubungan kekeluargaan dengan penduduk Desa
Marai dan Desa Loilor di Pulau Dawera, yang selalu saling kunjung mengunjungi.
Pada saat kondisi yang aman dimana setiap anggota
masyarakat pada berbagai desa dikedua Pulau dawera dan Dawelor sedang menghirup
kehenungan malam, dimana sebagian besar sedang menikmati ketenangan dan
kepulasan tidurnya, tiba-tiba turun angin tofan yang kuat serta menggelorakan
permukaan laut dan menimbulkan gelombang laut yang sangat besar yang naik ke
darat serta menyebar kepermukaan dataran rendah di mana terdapat desa Maray.
Karena dalam kecepatan luar biasa dan kekuatan gelombang begitu hebat, menyebabkan
penduduk desa marai itu menjadi panik sehingga dapat lari untuk meluputkan diri
dari angin tofan gelombang pasang kuat itu. Akibatnya penduduk Desa Maray
semuanya meninggal sebagai korban bencana angin tofan dan gelombang besar yang
melanda desa yang malang itu.
Namun diantara penduduk desa yang malang tersebut
Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Adil dan pengasih itu masih mengulurkan tangan
yang penuh rahmat itu masih mempertahankan dua insan kecil yang telah
ditinggalkan kedua orang tuanya, dimana keduanya berasal dari keluarga atau
orang tua yang berbeda.
Sedangkan kedua anak ini, satunya laki-laki yang
bernama Ruimas dan yang seorang adalah perempuan yang bernama Matmey. Karena
keduanya telah menjadi yatim piatu, kini keduanya terpaksa harus mencari sesuatu
untuk menghidupi mereka sendiri.
Karena ombak melanda dan merusak rumah mereka, seluruh
kekayaan orang tuanya telah musnah lenyap. Selain itu kebun dan hasil kebun pun
sudah tersapu habis dan sumur air minum mereka sudah tertutup sapuan air
gelombang. Sehingga permukaan sumur tersebut bagaikan sebuah kawah kecil,
sehingga sampai sekarang masih ada dan dijadikan kebun / tanah pertanian dari
keluarga Ruimassa keturunan dari Ruimas itu. Sedangkan luput atau selamatnya
kedua anak ini karena mereka terangkat dan terbawa sapuan ombak ke lereng bukit
dan terhempas ke dalam sebuah liang yaitu goa di kaki bukit sehingga pada saat
air gelombang laut turun, keduanya tertinggal dalam goa / liang dan luput dari
kematian.
Penduduk dari
Desa Lekrei, Lekwei, dan Loilor itu, karena masih merasakan dan mengenangkan
hebatnya angin tofan dan gelombang pasang besar yang memusnahkan itu. Sehingga
mereka belum mau turun untuk melihat puing-puing desa maray untuk mencari mayat
penduduk Desa Maray yang masih bergelimpangan, terlantar dan tersebar
kemana-mana dan yang sedang membusuk. Dalam keadaan yang tidak menentu dan
menyediakan itu, kedua anak yatim piatu, Ruimas dan Matmey sebagai anak-anak
yang belum mampu mengerti suasana kesedihan yang mereka alami. Serta masalah
kelaparan yang bakal mereka hadapi, mulai mengayunkan kaki melangkah satu
persatu di tengah reruntuhan serta tebaran mayat penduduk yang bernasib buruk
itu. Keduanya berjalan dan sangat hati-hati menuju ke pantai untuk mencari
ikan ke tepi laut yang sewaktu-waktu masih sangat membahayakan hidupnya. Tujuan
mereka ke pantai itu untuk mencari umbi-umbian di dalam kebun yang berdekatan
dengan pantai dan selanjutnya untuk mencari ikan di laut untuk di makan bersama
olehnya seharian itu.
Dalam keadaan
nasib berdua yang tidak menentu dan bahaya kematian kelaparan yang semakin
menghadang dan mendekat, yang memang tidak terpikirkan akibat sifat
kekanak-kanakan mereka sehingga masih belum terjangkau kemampuan nalar keduanya
itu. Dalam keadaan yang memang terbayangkan keduanya, telah sampai anugerah
Tuhan, datanglah seorang yang masih termasuk hubungan kekeluargaan dengan orang
tua dari kedua anak tersebut. Dia datang dari Desa Tomreli Pulau Dawelor untuk
mau melihat sanak keluarganya yaitu orang tua atau keluarga dari Ruimas dan
Matmey, apakah mereka masih hidup ataukah telah meninggal akibat dari bencana
angin tofan dan gelombang besar yang melanda kedua Pulau Dawelor dan Dawera
serta khususnya Desa maray di mana keluarganya, orang tua dari Ruimas dan
Matmey itu berada setelah dia melihat dan menyaksikan puing-puing desa dan
tebaran mayat yang bergelimpangan itu putuslah harapan dan yakinlah bahwa
seluruh penduduk Desa maray termasuk sanak saudaranya telah meninggal sebagai
korban bencana angin tofan dan gelombang pasang besar yang melanda dataran
rendah desa Maray. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan menyususr tepi
pantai maka dia turun ke pantai teluk maray yang memang sangat indah
pemandangan alamnya itu.
Setibanya di
pantai itu, dia memandang ke laut terlihatlah dua sosok manusia kecil yang
sedang mencari ikan. Dan dia berlari ke laut untuk menemui ke dua anak kecil
tersebut. Segera mengetahui siapakah mereka berdua itu. Setelah mendekat dia
sangat kaget dan heran dan berpikir kok masih ada hidup dua insan kecil yang
sebenarnya tidak mampu menahan kekuatan hempasan gelombang besar dan kuat itu.
Sedangkan orang tua mereka malah tidak mampu dan menjadi korban bencana tofan
gelombang itu. Kiranya apa alasan dan latar belakang yang menyebabkan korbannya
manusia dewasa yang kuat dan selamat atau luputnya kedua insan kecil dari
bencana yang mudah saja melumpuhkan dan dapat menghabiskan hidup mahkluk kecil
yang tidak berdaya itu. Ini sesuatu tanda heran katanya sambil memeluk kedua
anak itu dengan bercucuran air matanya. Dia menanyakan apa atau siapa yang
menyelamatkan keduanya dari bencana tofan dan gelombang besar yang telah
menewaskan semua penduduk Desa Marai termasuk orang tua mereka sedangkan mereka
berdua sendiri bisa bebas dari bencana tersebut?
Mendengar
pertanyaan orang tua itu, anak-anak Ruimas dan Matmey menjawabnya dengan
menceritakan apa yang mereka telah alami sendiri. Bahwa mereka sendiri mengapa
terjadi demikian kepada mereka berdua karena setelah dan sedang bekecamuknya
angin dan gelombang pasang besar yang mengamuk mereka terbawa keluar rumah yang
sedang roboh, oleh kekuatan derasnya aliran air laut yang mengganas itu ke
lereng bukit dan air gelombang tersebut menghempaskan kami berdua ke dalam goa
atau liang yang ada pada pertemuan kaki bukit dan tepi di atas lereng itu
sehingga pada saat air gelombang surut kami berdua tertinggal dalamgoa atau
liang itu. Dan itulah yang kami alami dalam bencana itu! Dan kami melihat
keadaan sudah tenang lagi, baru pada hari kedua setelah kami memperhatikan
keadaan alam, kami turun ke pantai untuk mencari sendiri umbi-umbian di kebun
di pantai dan sekaligus kami mencari ikan untuk makanan kami berdua seharian
ini. Mendegar ke dua cerita anak itu orang tua itu tunduk memeluk mereka dan
menangis. Dia mengajak kedua anak itu agar mereka mau rela mengikutinya ke
desanya di Pulau Dawelor yaitu Desa Tomreli. Katanya, dia akan menjaga dan
memelihara keduanya sampai dewasa dan keduanya akan kembali ke wilayah atau
daerah leluhur mereka yaitu bekas desa Marai, tempat kelahiran mereka untuk
membangunnya kembali dan mendiaminya.
D. Membangun
Kembali Desa Maray
Dengan
terjadinya kehancuran dan musnahnya Desa marai itu, ketiga desa lainnya yang
berada di daerah petuanannya seperti telah di uraikan di muka, rasanya penduduk
desa-desa itu yang tadinya kurang begitu intim dalam pergaulan hidup mereka
telah tergugah hatinya untuk bergabung dan hidup dalam suatu desa yang
mempersatukan mereka. Setelah terjadinya
perpetuanan dan perundingan sesama mereka di capailah kesepakatan untuk
membentuk desa baru di dataran rendah dimana pernah berdirinya desa Marai itu.
Dengan kesepakatan itu, penduduk ketiga desa itu terutama Desa Lekrey turun ke
dataran rendah. Disebelah ujung barat teluk marai dan membangun desa Lekwaki.
Sedangkan kedua anak yang di asuh oleh orang tua di desa tomreli itu, sudah
kembali ke dawera. Tetapi tinggal di Desa Loilor, maka keluarga Ruimas dan
Matmey tidak mau turun ke dataran rendah karena mau tinggal tetap di desa
Lolior saja. Oleh sebab itu, keluarga Derley (Letlora) turun ke dataran rendah
dan membangun desa baru (Let Wikwik) di dekat pantai pada bagian pertengahan
teluk Marai dengan pemandangan alamnya yang sangat indah itu.
Pada abad 16 dan
19, terjadi perang antara desa Lekwaky (keluarga Lekawael) dan dengan desa
Loilor (keluarga Ruimas dan Matmey), penduduk desa Lekwaki (Lekawael-Ulpupy)
meminta bantuan dari Desa Tepa. Dalam perang tersebut pasukan bantuan dari tepa
(Lekwak) berhasil meruntuhkan tembok (Dewala) desa Loilor akhirnya desa Loilor
itu kalah perang dan berdiam dengan desa Lekwaky (Lekawael) dan bantuan dari
Tepa kembali ke Tepa dan hubungan kekeluargaan Lekwaki (Lekawael-Ulpupy) dan
Lekwak (Tepa-Taliak) makin menjadi erat lagi.
Dengan akibat
perang tersebut, maka penduduk desa Loilor (Ruimas dan Matmey), penduduk desa
Let Wikwik (Letlor dan Lolkary) dan penduduk desa Lekwaki (Lekawael dan Ulpupy)
menjadi rukun lagi dan mengadakan musyawarah dan memutuskan untuk bergabung dan
membangun tembok/dewala desa baru yang di beri nama Desa Maray. Karena
telah hidup dalam kondisi alam penjajahan mulai dari portugis, maka penduduk
maray melakukan pelayaran dengan perahu ke Maluku Tengah (Ambon dan Passo).
Lain ke sebelah barat ke pulau-pulau Luang-Sermata. Di pulau Luang, mereka
singgah di desa Ilmarang yang sangat mengesankan bagi mereka tentang penduduk,
adat pergaulan, dan keramah tamahan penduduknya, dan lebih tertarik lagi adalah
nama desa tersebut yaitu “ILMARANG”. Dan setelah pelayar-pelayar tersebut
kembali di desa Maray, mereka menggantikan nama Desa Maray itu dengan nama baru
yaitu “ILMARANG” sampai pada masa sekarang ini.
E.
Kesimpulan
Dengan
terjadinya kehancuran Desa Maray (Maray I dahulu) telah terjadi hal-hal yang
mendasar yaitu:
1.
Nama anak-anak : Lelaki Ruimas dan
perempuan Matmey, menjadi cikal bakal keluarga besar Ruimassa dan Matmey.
2. Beberapa Desa yang terpencar di daerah
dataran tinggi dan bertahap-bertingkat, yang sebelumnya kurang intim dan saling
menyerang dan berperang, akhirnya rujuk dan terintegrasi serta bersatu dalam
satu desa yaitu Desa Maray (desa Maray kedua).
3.
Nama desa Maray, sebagai nama Desa
sesuai adat istiadat setempat (adat istiadat di Dawera-Dawelor), sesuai
perkembangan dan dalam masa penjajahan, di ganti dengan sebutan baru, yaitu
ilmarang sehingga di sebut “DESA ILMARANG”.
sejarah tak akan pernah mati tp sll menjadi awal dari kehidupan baru
BalasHapustrimakasih menambah wawasan sejarah nusantara..
BalasHapus